I. PENDAHULUAN
Sistem Pengelolaan lingkungan adalah bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang termasuk struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber-sumber untuk mengembangkan, melaksanakan, mencapai, mereview dan memelihara kebijaksanaan lingkungan. Dalam bidang pangan, implementasi sistem pengelolaan lingkungan lebih mengarah kepada manajemen mutu dan keamanan pangan.
Pangan harus berdasarkan suatu standar sehingga tidak merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen (Soehardjo, 1997). Regulasi yang mengatur pangan adalah Undang–undang No. 7 tahun 1996 dimana sasaran program keamanan pangan adalah: (1) Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. (Wirakartakusumah, 1997).
Keamanan, masalah dan dampak penyimpangan mutu dalam pengembangan sistem mutu industri ”penthol” bakso (bersama satu paket produk yang dijual seperti : mie, saos dan minuman) merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen, yang saat ini sudah harus memulai mengantisipasinya dengan implementasi sistem mutu dan keamanan pangan.
II. KONSEP MUTU
Gambaran keadaan keamanan pangan secara umum adalah: (1) Masih ditemukan beredarnya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan; (2) Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan; (3) Masih rendahnya tanggung jawab dan kesadaran produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya; dan (4) Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan pangan (Wirakartakusumah dan Dahrul Syah. 1990).
Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).
Penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai dalam konteks industri “penthol” bakso (bersama satu paket produk yang dijual) diantaranya adalah: (1) Pewarna berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama pada produk saos. (2) Pemanis buatan (siklamat dan sakarin) yang digunakan pada minuman (es teh). (3) Formalin untuk mengawetkan tahu dan mie basah; dan (4) Boraks untuk pembuatan ”penthol” bakso.
III. TANGGUNG JAWAB BERSAMA DALAM IMPLEMENTASI SISTEM MUTU DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI “PENTHOL” BAKSO
Menurut Kimberly (2002), Sistem Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management System / EMS) adalah bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang termasuk struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber-sumber untuk mengembangkan, melaksanakan, mencapai, mereview dan memelihara kebijaksanaan lingkungan yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan - Do - Check - Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu : (1). Kebijakan (dan komitmen) lingkungan, (2). Perencanaan, (3). Penerapan dan Operasi, (4). Pemeriksaan dan tindakan koreksi, (5). Tinjauan manajemen, dan (6).Penyempurnaan menerus. Seperti terlihat dalam Gambar 1 sebagai berikut :
Gambar 1. Elemen utama Sistem Pengelolaan Lingkungan
Pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor, serta konsumen (WHO, 1998). Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan industri “penthol” bakso (bersama satu paket produk yang dijual).
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN “PENTHOL” BAKSO | ||
PEMERINTAH | PRODUSEN | KONSUMEN (ORNOP & Masyarakat) |
§ Pemasyarakatan UU Pangan § Penyusunan kebijaksanaan strategi, program dan peraturan internal Kota Palangka Raya. § Pelakasanaan program. § Pengawasan dan low enforcement. § Pengumpulan informasi (Uji Lab). § Pengembangan Iptek dan penelitian. § Pengembangan SDM (pengawas pangan, penyuluh pangan & industri). § Penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen. § Penyelidikan dan penyidikan kasus penyimpangan mutu dan keamanan pangan. | § Kesadaran Proses Produksi bersih, aman dan sehat. § Pengawasan internal mutu dan keamanan produk. § Penerapan teknologi dan bahan yang tepat. § Pengembangan SDM (dibantu oleh pemerintah & ORNOP). | § Partisipasi dan kepedulian masyarakat tentang mutu dan keamanan pangan. § Pengembangan SDM (pelatihan, penyuluhan dan penyebaran informasi kepada konsumen) tentang keamanan pangan oleh ORNOP |
TANGGUNG JAWAB BERSAMA |
Gambar 2. Hubungan antara tanggung jawab pemerintah, industri dan konsumen dalam
implementasi sistem dan keamanan pangan Industri ”Penthol” Bakso
IV. KESIMPULAN
1. Kota Palangka Raya belum mengeluarkan kebijakan dan komitmen lingkungan yang riil untuk menjamin penerapan secara terpadu sistem manajemen mutu dan keamanan pangan sejak pra produksi, selama proses produksi sampai ke konsumen, baik dalam pembinaan maupun pengawasan seperti : pernyataan ”Kota Palangka Raya bebas pentol mengandung Boraks”, atau perda khusus tentang prosedur penjualan, distribusi, dan pengawasan bahan kimia terkait mutu dan keamanan pangan ”penthol” Bakso dan Petunjuk Teknis/Operasional Walikota tentang standar mutu pengolahan ”pentol” bakso (bersama satu paket produk yang dijual).
2. Kota Palangka Raya belum memiliki program riil dan bentuk pengawasan khusus terhadap sistem jaminan mutu dan keamanan pangan ”penthol” Bakso seperti : uji lab secara rutin dan pengawasan di tempat penggilingan daging bakso.
3. Pengetahuan mutu pada industri pangan harus ditingkatkan karena tingkat kesadaran produsen yang masih rendah terhadap jaminan mutu dan keamanan pangan ”penthol” Bakso (bersama satu paket produk yang dijual)..
4. Kepedulian masyarakat juga masih kurang dengan tetap membeli ”penthol” bakso (bersama satu paket produk yang dijual), meskipun secara fisik sudah terlihat mengandung zat pewarna, pemanis buatan, Boraks dan Formalin.
DAFTAR PUSTAKA
WHO. 1998. Food Safety Programmes in The
Suhardjo. 1997. “Peraturan Perundangan Tentang Mutu Gizi Pangan”. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor.
Wirakartakusumah, M.A. 1997. “Peraturan Perundangan Tentang Keamanan Pangan”. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor
.
Wirakartakusumah, M.A. dan Dahrul Syah. 1990. “Perkembangan Industri Pangan di Indonesia”. Pangan. Vol II (5).
Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food Industry. The AVI Pub. Inc.,
Kimberly F. Kodrat. 2002. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001: makalah filsafat sains, Program Pasca Sarjana (S3) – IPB. Bogor.
1 komentar:
Mas aku ijin share blog-nya di account fb-ku yah...
Posting Komentar