Selasa, 20 Mei 2008

DEGRADASI HUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN

MUKTI AJI (November, 2007)

I. PENDAHULUAN

Luas hutan Indonesia termasuk dalam urutan luas hutan negara tropis kedua di dunia setelah Brasil. Berdasarkan hasil penataan hutan nasional pada tahun 1980, luas hutan Indonesia mencapai 144 juta hektar. Tipe hutan pun sangat beraneka ragam, mulai dari hutan hujan pegunungan sampai dengan hutan pantai (hutan mangrove). Berbagai tipe hutan ini merupakan habitat dari berbagai spesies flora dan fauna. Di antaranya habitat dari 400 spesies Dipteroecarpus (70 % dari total dipterocarpus dunia), 122 spesies bambu (10 % total spesies bambu dunia), dan habitat dari harnpir 500 spesies mamalia (12 % total mamalia dunia). Kekayaan alam ini menjadi tumpuan sangat penting bagi pembangunan ekonomi bangsa.

Dalam rangka memanfaatkan hutan secara optimal, pemerintah RI telah membagi kawasan hutan menjadi beberapa kategori atau status, yaitu hutan produksi (37 %), hutan lindung (33 %), kawasan konservasi alam (12 %), dan sisanya (18 %) merupakan hutan yang rusak. Tapi dalam kenyataannya pembagian tersebut sulit diimplementasikan dengan baik di lapangan dengan berbagai kasus tumpang tindih areal. Semua itu bermuara pada konflik kepentingan antara ekonomi dan lingkungan hidup, antara kepentingan eksploitasi dan preservasi. Di dalamnya termasuk masalah kemiskinan dan pengangguran yang terus memicu terjadinya perusakan hutan.

II. KAWASAN HUTAN

Kawasan Hutan pertama kali digunakan sebagai terminologi hukum pada UU Kehutanan No.5 Tahun 1967 dan menjadi satu satuan pembatas yurisdiksi Departemen Kehutanan seperti tertuang pada UU Kehutanan Tahun 1999. Proses untuk menetapkan cakupan aktual dapat ditelusuri lewat PP tentang Perencanaan Kehutanan yang disahkan Presiden Suharto pada tahun 1970 (PP No 33/1970). Pemerintah untuk beberapa waktu lamanya telah memberikan konsesi pembalakan di luar pulau Jawa, bahkan sebelum UU Kehutanan Tahun 1967 diberlakukan.

PP No. 33/1970 memberikan kewenangan kepada Departemen Kehutanan (yang pada saat itu berada di bawah Departemen Pertanian) untuk mendefinisikan Kawasan Hutan Negara. Peraturan yang mengatur penetapan Kawasan Hutan diterbitkan pada tahun 1974 (SK Menhut No. 85/1974) dan hingga pertengahan tahun 80-an hampir tiga perempat wilayah tanah di Indonesia ditetapkan sebagai Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan, yang pada saat itu baru berdiri sendiri terpisah dari Departemen Pertanian. Proses penetapannya dilakukan melalui Tata-Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Kategori pengelolaan hutan pun diciptakan dan hasilnya disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kawasan Hutan di Indonesia Berdasarkan TGHK Tahun 1994

No.

Fungsi Hutan

Luas (Ha)

1.

Cagar Alam dan Hutan Wisata

19,152,885

2.

Hutan Lindung

29,649,231

3.

Hutan Produksi Terbatas

29,570,656

4.

Hutan Produksi Tetap

33,401,655

5.

Hutan Produksi Konversi

30,000,000

TOTAL

141,774,427


Penetapan TGHK menimbulkan beberapa polemik dengan daerah dan pada antara tahun 1999 hingga 2001, beberapa kompromi dapat dicapai melalui proses perencanaan penataan ruang wilayah propinsi (RTRWP) dan Kawasan Hutan yang sekarang berlaku adalah hasil dari harmonisasi antara TGHK dan RTRWP, atau yang disebut dengan ”Paduserasi”. Yang tersaji pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Kawasan Hutan di Indonesia Berdasarkan Paduserasi Tahun 1999

No.

Fungsi Hutan

Luas (Ha)

1.

Cagar Alam dan Hutan Wisata

20,500,988

2.

Hutan Lindung

33,519,600

3.

Hutan Produksi Terbatas

23,057,449

4.

Hutan Produksi Tetap

5.

Hutan Produksi Konversi

8,078,056

TOTAL

120,353,104

Provinsi Kalimantan Tengah sejak tahun 1999 telah menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRW) dengan luas kawasan hutan : 10.428.643,21 Ha atau 67,92 % dengan rincian kemudian pada RTRWP tahun 2003 terjadi pengurangan luas hutan : 133.789,69 dengan luas hutan : 10.294.853,52 yang secara rinci tersaji pada tabel 3 sebagai berikut :

Tabel 3. Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Tengah Berdasarkan RTRWP tahun 2003

No.

Fungsi Hutan

Luas (Ha)

1.

Hutan Konservasi

1.848.485,60

2.

Hutan Lindung

766.392,06

3.

Hutan Produksi Terbatas

8.038.972,02

4.

Hutan Produksi Tetap

5.

Hutan Produksi Konversi

5.003,80

TOTAL

10.294.853,52


III. KONDISI HUTAN TERKINI

Analisis lebih rinci terhadap 100-an juta hektar Kawasan Hutan menunjukkan bahwa kawasan tersebut bukanlah hutan tropik yang menakjubkan, tetapi lebih tepat disebut sebagai campuran antara hutan alam dan hutan tanaman dengan kerapatan rendah, menengah dan tinggi. Meskipun masih terdapat hutan-hutan hujan tropik tua, tetapi hal itu hanya merupakan bagian kecil saja dari keseluruhan hutan di Indonesia. Lebih jauh lagi, suatu kajian penting yang dilakukan oleh World Bank tentang tutupan hutan di Indonesia, dikatakan bahwa data yang banyak disajikan dan dirujuk didasarkan pada perkiraan kasar dan tidak ditemukan upaya untuk membedakan antara hutan alam dengan hutan hasil penanaman, termasuk yang di tanam oleh masyarakat setempat (Holmes 2002). Data tutupan lahan Indonesia tahun 2002 tersaji pada table 4 sebagai berikut :

Tabel 4. Data Tutupan Lahan Indonesia Tahun 2002 – Data Departemen Kehutanan

Tutupan Lahan

Kawasan Hutan

Kawasan Non Hutan (APL)

Total

Kawasan Hutan Tetap (1.000 ha)

HPK (1.000 ha)

Total (1.000 ha)

%

Total (1.000 ha)

%

Total (1.000 ha)

%

HL

KSA- KPA

HP

HPT

Total

A. Hutan

20.903

12.858

20.510

17.769

72.040

10.882

82.922

62

7.985

14

90.907

48

B. Non

Hutan

4.798

2.835

10.964

4.702

23.298

9.629

32.927

25

41.466

76

74.393

40

C. Tidak

ada data

4.359

3.678

3.859

3.259

15.054

2.224

17.278

13

5.206

10

22.483

12

TOTAL

30.060

19.371

35.333

25.730

110.392

22.735

133.127

100

54.657

100

187.783

100

- KSA-KPA = Kawasan Suaka Alam/Kwsn Perlindungan Alam - HP = Hutan Produksi

- HL = Hutan Lindung - HPT = Hutan Produksi Terbatas

- APL = Area Penggunaan Lain - HPK = Hutan Produksi Konversi

Pada tahun 2004 Universitas Wageningen dan Global Forest Watch menerbitkan kajian klasifikasi hutan sebagai analisis terhadap data dari Departemen Kehutanan tersebut dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Data Tutupan Lahan Indonesia Tahun 2002 – Data Universitas Wageningen

HPK

HPT

KSA- KPA

Diluar Kawasan Hutan

HP

HL

Total

A. Lahan Terbakar, bekas terbakar

1.140

480

360

2.660

900

510

6.100

B. Hutan

11.500

19.940

8.130

5.510

14.540

14.980

74.620

C. Lahan berair/sawah

160

630

510

340

980

900

810

D. Mangrove/rawa

6.500

1.450

2.020

2.140

5.470

830

18.450

E. Hutan Pegunungan

240

1.610

4.030

530

290

8.200

14.900

F. Non-Hutan

6.890

4.140

1.210

6.870

5.620

2.520

27.250

G. Lahan Terbuka Permanen

750

390

170

110

600

140

600

H. Vegetasi muda /alang-alang

4.840

1.850

460

7.290

3.080

930

18.440

TOTAL

31.400

29.600

16.400

25.500

31.100

28.200

161.100

Berdasarkan RTRWP Kalimantan Tengah tahun 2003 mempunyai data tutupan lahan sebagai berikut :

Tabel 6. Data Tutupan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003

A

KAWASAN LINDUNG

Luas (Ha)

%

1.

Hutan Lindung (HL)

766.392,06

4,99

2.

Cagar Alam (CA)

239.096,70

1,56

3.

Taman Nasional (TN)

482.951,89

3,15

4.

Flora dan Fauna (FF)

159.482,32

1,04

5.

Taman Wisata (TW)

18.892,44

0,12

6.

Air Hitam (AH)

36.651,91

0,24

7.

Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA)

1.652,99

0,01

8.

Suaka Margasatwa (SM)

70.884,41

0,46

9.

Perairan

154.357,44

1,01

10.

Mangrove

30.309,93

0,20

11.

Hidrologi

181.279,32

1,18

12.

Gambut Tebal

249.825,38

1,63

13.

Kawasan Handil Rakyat

57.929,13

0,38

JUMLAH A

2.457.098,39

16,00

B

KAWASAN BUDIDAYA

1.

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

3.795.875,00

24,72

2.

Hutan Produksi (HP)

4.299.403,00

28,00

3.

Kawasan Pengembangan Produksi (KPP)

2.704.789,69

17,61

4.

Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL)

1.931.899,61

12,58

5.

Hutan Tanaman Industri (HTI)

25.417,35

0,17

6.

Areal Transmigrasi (T1 & T2)

135.905,86

0,89

JUMLAH B

12.889.263,43

84,00

TOTAL (A + B)

15.355.361,82

100


IV. PENYEBAB DEGRADASI HUTAN


Degradasi hutan di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan di Indonesia terbukti sangat menguntungkan selama bertahun tahun. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, negara ini secara dramatis meningkatkan produksi hasil hutan dan hasil perkebunan yang ditanam di lahan yang sebelumnya berupa hutan. Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet dan coklat. Beberapa penyebab degradasi dan deforestasi hutan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Konsesi Areal HPH

Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori "sudah terdegradasi". Areal konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan.

2. Pembangunan Hutan Tanaman Industri

Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif.


3. Pembangunan Perkebunan

Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari degradasi hutan. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan.

4. Illegal Logging

Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalakan ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar dan terorganisir sekarang merajalela di Indonesia; setiap tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak diketahui, tetapi mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, menyatakan bahwa pencurian kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan Indonesia.

5. Program Transmigrasi

Program transmigrasi, yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. Disamping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab degradasi hutan karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini, transmigrasi "spontan" meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis.

6. Pembakaran Hutan

Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnya belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif.


Secara umum skema penyebab degradasi hutan adalah sebagai berikut :


Tabel 7. Skema Proses Degradasi Hutan



V. DEGRADASI HUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

Seperti tersebut di bagian atas tulisan ini, bahwa Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai luasan hutan (berdasarkan RTRWP tahun 2003) seluas 10.294.853,52 ha, dengan luasan hutan produksi sebesar : 8.038.972,02 ha (78,09 %) namun yang dikelola oleh perusahaan kehutanan seluas : 4.704.463,51 ha dengan pembagian jenis pengusahaan hutan sebagai berikut :

Tabel 8. Jenis Pengusahaan Hutan Tahun 2006 Provinsi Kalimantan Tengah

NO

JENIS

JUMLAH (UNIT)

LUAS

1.

HPH / IUPHHK

62

4.639.543,00

2.

IPK

40

52.865,51

3.

HTI

5

12.055,00

4.

HPHKm

--

--

JUMLAH

107

4.704.463,51


Dari sebaran luasan yang sudah terbagi kedalam jenis pengusahaan hutan, berikut adalah data luasan tahunan Degradasi hutan yang dilakukan oleh perusahaan hutan yang diambil dari data ijin RKT Pengusahaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai berikut :

Tabel 9. Data Luas Target Penebangan Provinsi Kalimantan Tengah

NO

TAHUN

LUAS

(Ha)

1.

2003

67.662

2.

2004

64.710

3.

2005

68.773

4.

2006

61.424

5.

2007

79.883

JUMLAH

342.452

Sementara untuk kegiatan Rehabilitasi hutan dan lahan, luasan tahunan areal hutan dan lahan yang direhabilitasi berdasarkan laporan tahunan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :

Tabel 10. Data luas realisasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah

NO

TAHUN

LUAS

(Ha)

1.

2003

6.528,43

2.

2004

6.548,15

3.

2005

6.827,72

4.

2006

3.574,66

5.

2007

3.574,66

JUMLAH

27.053,62

VI. PEMBAHASAN DAN KAJIAN

Estimasi degradasi hutan yang disebabkan langsung oleh kegiatan pengusahaan berkisar antara 77.000 ha sampai 120.000 ha setiap tahun meskipun definisi dari degradasi hutan sendiri masih menyisakan beberapa pertanyaan seperti ; Apakah degradasi hutan hanya berarti hilangnya tutupan hutan secara permanen, atau baik permanen maupun sementara?

Beberapa hal yang dapat dibahas berkaitan dengan degradasi hutan di provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :

1. Dari bahasan di atas dapat diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai luasan hutan (berdasarkan RTRWP tahun 2003) seluas 10.294.853,52 ha, dengan luasan hutan produksi sebesar : 8.038.972,02 ha (78,09 %) dan yang dikelola oleh perusahaan kehutanan seluas : 4.704.463,51 hektar.

2. Dalam kaitannya dengan degradasi hutan, berdasarkan target pemberian RKT dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah selama lima tahun telah terjadi pengurangan luasan hutan produksi sebesar 342.452 ha. Dari hasil realisasi rehabilitasi hutan dan lahan maka berdasarkan data dari Dinas Kehutanan selama lima tahun terakhir seluas 27.053,62 ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa laju degradasi hutan di Provinsi Kalimantan Tengah selama periode tahun 2003 – 2007 adalah sebesar 315.398,38 hektar.

3. Angka laju degradasi hutan Provinsi Kalimantan Tengah seperti tersebut pada point 2 dapat dikatakan benar karena patokannya adalah dari data resmi instansi teknis yang menangani kehutanan namun sebenarnya bukan angka yang valid untuk dijadikan angka patokan pasti karena :

- Disamping belum terdapat data degradasi hutan dari jenis pengusahaan hutan lain yang legal seperti IPK dan HTI, juga tidak adanya data degradasi akibat illegal logging.

- Bahwa sistem penebangan di HPH/IUPHHK adalah tebang pilih dengan pemulihan tegakannya menggunakan sistem permudaan alami, sehingga masih memungkinkan terjadinya penghutanan kembali.

- Lokasi Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan berada diluar kawasan HPH bahkan dilaksanakan pada areal yang sebelumnya memang tidak berhutan.

4. Secara umum penyebab terjadinya degradasi hutan disebabkan oleh :

- Keserakahan beberapa orang yang terpicu oleh peningkatan secara pesat akan kebutuhan hasil-hasil hutan oleh masyarakat dunia, sehingga tidak mengindahkan peraturan tentang pengurusan pemanfaatan hutan lestari termasuk di dalamnya aparatur negara yang semestinya sebagai instrumen pengendali dan pengawas peraturan.

- Rendahnya pendidikan dan kesadaraan masyarakat lokal, sehingga dengan mudah terbujuk akan iming-iming materi dari para cukong illegal logging.


VII. PENUTUP


Salah satu penyebab dari perubahan iklim yang dirasakan akhir-akhir ini adalah tidak adanya lagi keseimbangan ekologis di bumi akibat ulah manusia yang menebang hutan alam tanpa menanamnya kembali. Walaupun sudah diantisipasi bahwa pengusahan hutan akan berarti ada degradasi hutan pada tingkat tertentu, tetapi yang ada sekarang ini berada pada tingkat yang cukup mengkhawatirkan.

Upaya mengoptimalkan peranan dan sumbangan sektor kehutanan pada pembangunan berarti evaluasi dari kebjakan yang ada sekarang dan menyempurnakan aspek-aspek yang tidak mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Kejayaan hutan yang selalu didengungkan sebagai sumber daya alam yang berlimpah dan tak terkirakan nilainya tampaknya hanya akan tinggal kenangan apabila tidak ada upaya nyata dan sungguh-sungguh serta menyeluruh dari semua pihak yang berkepentingan untuk melestarikannya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA


Hardjosoemantri K, 1926, Hukum Tata Lingkungan edisi ke-17 cetakan ke-7, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Iskandar U, 1999, Dialog Kehutanan dalam Wacana Global, cet. 1, Bigraf Publishing : Yogyakarta.

Marpaung, L., 1995, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, dan Satwa, Cet.1 Erlangga : Jakarta.

Mangunwijaya, F.M., 2006, Hidup Harmonis dengan Alam, edisi 1, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Prakoso M., 1996, Renjana Kebijakan Kehutanan, Aditya Media, Yogyakarta.

Salim, H.S.,2003, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Edisi Revisi, Cet. 1, Sinar Grafika: Jakarta.

Silalahi, D., 2001, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Cet. 1, Edisi ketiga, Alumni : Bandung.

Tidak ada komentar: